Tuesday, 24 February 2015

Siap-siap, lampu akan dikenai SNI

JAKARTA. Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) mendesak pemerintah untuk menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib terkait unjuk kerja (performance) terhadap produk lampu hemat energi (LHE). Penerapan SNI itu diharapkan mampu memfilter produk impor LHE China yang membanjiri pasar Indonesia.

Ketua Umum Aperlindo, John Manopo mengatakan rencana penerapan SNI itu sudah dibicarakan dengan Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), Kementerian Perindustrian. "Konsepnya sudah ada, tinggal menunggu penerapannya saja," terang John, Senin (26/12).

Saat ini, SNI wajib bagi LHE yang berlaku baru yang terkait dengan standar keselamatan. Sedangkan standar unjuk kerja yang berkaitan dengan kualitas lampu belum diterapkan. John berharap dengan adanya SNI wajib itu maka produk LHE impor dari China bisa tersaring hanya yang berkualitas saja. Penerapan SNI itu tentu saja akan berdampak pada produsen LHE di dalam negeri. Tapi John mengatakan produsen di dalam negeri sudah siap.

Selain penerapan SNI, John berharap safeguard terhadap LHE China yang tengah diajukan Aperlindo juga sudah bisa berlaku pada tahun 2012. Dengan instrumen pengaman itu, LHE China diusulkan untuk dikenai bea masuk sebesar 40%. Dengan hambatan impor yang ada, produsen LHE di China diarahkan untuk membangun pabriknya di Indonesia.
Impor kian tinggi

Selama periode Januari-November 2011, impor LHE sudah mencapai sekitar 180 juta unit. Angka itu sudah jauh melebihi total impor LHE tahun 2010 yang sebesar 161,24 juta unit. Sedangkan produksi di dalam negeri nyaris tidak ada peningkatan hanya sekitar 30 juta unit selama setahun ini.

Pada tahun 2012, John memperkirakan konsumsi LHE di Indonesia akan mencapai 300 juta unit. Peningkatan konsumsi lampu itu didorong oleh jumlah pelanggan PLN yang terus bertambah setiap tahun. Selain itu, ada pembangunan pembangkit listrik baru di sejumlah daerah.

John mengatakan potensi pasar yang besar itu hanya akan membuat industri LHE di China semakin berkembang jika pemerintah tidak segera melakukan langkah pengamanan pasar. Langkah yang harus dilakukan adalah dengan pengetatan impor melalui penerapan safeguard, SNI wajib serta pengawasan yang lebih ketat di pelabuhan impor.

Saat ini, perusahaan LHE di Indonesia yang masih bisa bertahan tinggal 7 perusahaan. Mereka adalah Shinyoku (Jakarta), Hori (Jakarta), Elektra (Jakarta), Sinar (Bandung), Chiyoda (Surabaya), Sentra Solusi Elektrindo (Surabaya) dan Tjipto Langgeng Abadi (Surabaya). Sedangkan beberapa produsen lainnya sudah beralih menjadi importir LHE dari China karena tidak mampu bersaing. Kapasitas produksi LHE secara nasional mencapai 200 juta unit, tapi utilisasinya hanya sekitar 15% dari total kapasitas.

Pemerintah sendiri menjanjikan adanya perlindungan bagi perusahaan di dalam negeri dari gempuran produk impor. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan untuk optimalisasi pasar dalam negeri, Kemenperin akan menerapkan sekitar 400 SNI produk industri di tahun 2012. "Proses pemberlakuan safeguard dan anti dumping juga akan dipercepat," ujar Hidayat.

Selain itu, penggunaan produk dalam negeri juga terus didorong. Salah satunya dengan memberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) bagi industri yang menggunakan barang modal yang menggunakan produk dalam negeri dengan tingkat kandungan lokal minimal 40%.

0 comments:

Post a Comment