Gas Ber Produk SNI

Pilih Gas produk Ternama yang bertulis SNI.

Jaket Ber Produk Ternama Ber SNI

Jaket Ternama Dan Bertulis SNI.

Botol Aqua Ternama Ber Produk SNI

Air Mineral Produk Ternama Ber Produk SNI.

Gula Produk Ternama SNI

Gula Produk Ternama Produk dan Bertulis SNI.

Batu Baterai Ber Produk SNI

Pilih Baterai produk Ternama yang bertulis SNI.

Wednesday, 11 March 2015

Skema Sertifikasi Sistem I b SPPT SNI Tepung Terigu

Tata Cara Tambahan Memperoleh SPPT SNI Skema Sertifikasi Sistem I b :
1. Memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh LSPro, meliputi :
a) Akte Perusahaan untuk perusahaan dalam negeri dan Angka Pengenal lmpor (API) untuk importir tepung terigu;
b) lzin Usaha lndustri (IUI) untuk perusahaan dalam negeri dan yang sejenis untuk perusahaan luar negeri dengan lingkup produk tepung terigu;
c)Sertifikat atau Tanda Daftar Merek yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan lntelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM untuk produk tepung terigu dan atau lisensi dari pemilik merek.
2. Untuk tepung terigu impor,setiap kali pengapalan/pengiriman harus disertai dengan Sertifikat Hasil Uji (SHU) atau Certificate Of Analysist (CoA) yang memenuhi persyaratan SNI yang berasal dari laboratorium uji terakreditasi dari negara asal yang sudah memiliki Memorandum Of Arrangement (MRA) atau Memorandum Of Understanding(MoU) dengan KAN atau LSPro dalam negeri.
SHU/CoA dimaksud sekurang-kurangnya mencantumkan nama perusahaan, laboratorium penguji, tanggal pengujian, dan hasil pengujian untuk parameter SNI.
3. Untuk tepung terigu  asal impor yang tidak dilampiri dengan dokumen Sertifikat Hasil Uji (SHU/CoA), harus dilakukan pengambilan contoh dan pengujian sesuai parameter SNI oleh laboratorium penguji tepung terigu yang ditunjuk oleh LSPro. 
4. Untuk tepung terigu produksi dalam negeri dilakukan pengujian kesesuaian mutu produk sesuai SNI oleh laboratorium penguji yang ditunjuk oleh LSPro untuk setiap lot produksinya. Yang dimaksud dengan 1 (satu) lot produksi adalah hasil produksi selama 3(tiga) bulan.

Pakaian Bayi Produk SNI



JAKARTA, rayastock.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah membuat kebijakan mewajibkan sertifikasi SNI bagi produk mainan anak sejak 30 April 2014 lalu. Ketentuan itu diperluas hingga pakaian bayi, yang harus bersertifikat SNI.

"SNI wajib untuk IKM harus menjadi prioritas, walaupun sebagian belum IKM belum siap. Saat ini beberapa produk IKM yang menjadi SNI wajib adalah mainan anak, helm dan pakaian bayi," ujar Euis Saedah, Dirjen IKM, di Jakarta, Senin (19/5/2014).

Wajibnya produk pakaian bayi memenuhi SNI merupakan upaya pemerintah melindungi bayi dari zat-zat berbahaya yang terkandung pada produk bayi tersebut. Sementara dari sisi pengusaha, kebijakan tersebut bagian dari melindungi kepentingan pelaku usaha.

Hingga tahun 2013, jumah unit usaha IKM mencapai 3,4 juta unit dan menyerap 9,7 juta tenaga kerja. Target investasi dari IKM sekitar Rp 284 triliun dengan nilai ekspor USD 18,6 miliar atau 10,19 persen dari total ekspor industri non-migas.

Sebelumnya, Kemenperin memberlakuan SNI wajib mainan anak dimulai tanggal 30 April 2014. Sejak tanggal tersebut akan dilaksanakan pengawasan yang bersifat pembinaan penerapan pemberlakuan SNI sampai 30 oktober 2014. Jika pada kurun waktu tersebut belum memiliki SNI maka usaha tersebut akan dilarang untuk diperdagangkan.

Sementara untuk penindakan secara hukum terhadap pelanggaran penerapan SNI mainan anak baru akan diberlakukan mulai 31 Oktober 2014 mendatang.

Sunday, 8 March 2015

Lima Jenis Makanan Dan Minuman Ber-Standar Nasional Indonesia



JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan lima Standar Nasional Indonesia (SNI) yang akan diberlakukan secara wajib untuk enam jenis makanan dan minuman. Sebelumnya, pemerintah telah mengenakan SNI untuk enam produk makanan dan minuman tersebut, tapi belum wajib. Kini, statusnya dinaikkan menjadi SNI wajib.
Enam produk makanan dan minuman yang akan tekena SNI wajib ini adalah susu bubuk, susu kental manis, air minum embun, mie instan, biskuit, dan minyak goreng sawit.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menuturkan, permintaan produk makanan dan minuman di domestik yang semakin tinggi membuka peluang impor produk dengan kualitas rendah.
Sebelum enam produk makanan dan minuman itu, lima produk lain sudah lebih dulu terkena aturan ini. "Sebelumnya, SNI wajib sudah diberlakukan untuk tepung terigu sebagai bahan makanan, g
Menurut Panggah, SNI wajib ini sangat dibutuhkan oleh industri domestik yang memproduksi enam produk makanan dan minuman tersebut. Soalnya, pasar di dalam negeri cukup besar. Padahal, pasar domestik akan semakin terbuka dengan penerapan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang.
Karenanya, Panggah berharap SNI wajib untuk enam produk makanan dan minuman ini bisa berlaku sebelum MEA. Dengan kata lain, setidaknya tahun depan, aturan SNI wajib untuk enam produk makanan dan minuman tersebut bisa diberlakukan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengakui, pasar yang besar yang gemuk di dalam negeri sangat menggiurkan bagi pengusaha dari negara lain. Sehingga, arus impor harus diwaspadai. Apalagi, akses pasar semakin terbuka kelak.
Adhi mencontohkan, saat ini, Malaysia menjadi salah satu negara pengekspor terbesar ke Indonesia untuk produk makanan dan minuman. Jika tak diantisipasi, Adhi khawatir, setelah penerapan MEA, produk dari Malaysia akan lebih banyak membanjiri pasar domestik.
Selain dari sisi regulasi, Adhi bilang, pemerintah juga perlu memperbaiki beberapa kebijakan lain. "Yang paling mendesak misalnya kebijakan energi dan buruh," ujarnya.
Panggah mengakui, kebijakan energi dan buruh memang masih menjadi pekerjaan ru-mah pemerintah yang perlu diselesaikan guna menarik investasi masuk.
Meski begitu, Panggah bilang, minat investor untuk membenamkan investasi di sektor makanan dan minuman masih cukup besar.
ula kristal rafinasi, kakao bubuk, air minum dalam kemasan, dan air mineral alami," ujar Panggah, akhir pekan lalu.

Sunday, 1 March 2015

PEMANFAATAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DALAM PENINGKATAN MUTU PRODUK PERKEBUNAN

Secara tak sengaja berbincang-bincang dengan seorang petani tentang pengolahan hasil, mutu produk dan distribusi/pemasaran produk yang dihasilkannya. Dalam satu sesi pembicaraan terkuak kata-kata SNI, pendek cerita terkesan petani tersebut belum memahami SNI terkait usaha yang sedang digelutinya. Perbincangan semakin hangat, alhasil kata-kata SNI ini membuat yang mendengarnya sedikit tergelitik, karena pada kenyataan di lapangan tidak semua petani memahami apa itu SNI, apa lagi manfaat dan keuntungan penerapan SNI. Sehingga ketika ditanyakan apa itu SNI, ternyata yang tercetus dari coletehan petani tersebut bahwa yang dimaksud SNI itu adalah “HELM”, jadi seolah-olah SNI identik dengan HELM, mungkin karena sangat gencarnya iklan di media televisi yang sering menyebutkan HELM bertuliskan SNI. Sedemikian dangkalkah pengertian SNI bagi petani? Hal ini membuat penulis ingin berbagi informasi, khususnya bagi petani dan pelaku usaha perkebunan yang menghasilkan produk untuk pasar domestik dan pasar internasional.
Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana standar produk yang diberlakukan di berbagai negara, adalah suatu Standar yang sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis, terutama yang mementingkan adanya jaminan mutu dan keamanan produk bagi penggunanya. Standar dapat membawa manfaat teknologi, ekonomi dan sosial, standar juga membantu dalam menyelaraskan spesifikasi teknis produk dan jasa yang membuat perusahaan lebih efisien dan dapat meningkatkan daya saingnya untuk perdagangan internasional. Kesesuaian produk dengan standar membantu meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut aman, efisien dan baik untuk digunakan.
Standardisasi merupakan salah satu instrumen regulasi teknis yang dapat melindungi kepentingan konsumen nasional dan sekaligus produsen dalam negeri. Melalui regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi dapat dicegah beredarnya barang-barang yang tidak bermutu di pasar domestik khususnya yang terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Demikian halnya melalui instrumen yang sama, dapat dicegah masuknya barang-barang impor bermutu rendah yang mendistorsi pasar dalam negeri karena berharga rendah.
Mengapa Perlu Standardisasi?
Sebagai contoh untuk sekedar pemahaman, misalkan apabila anda seorang penyuka wisata kuliner di Bandung, mungkin akan sangat paham membedakan rasa Bakso Akung dengan Bakso Semar, atau rasa Sate Pak Hadori dengan Sate Pak Gino, atau mungkin juga antara rasa Bubur Ayam Mang Oyo dengan Bubur Ayam Pak Zenal, dlsb. Begitupun misalnya jika perbandingan rasanya dilakukan antar pedagang kuliner tradisional yang memiliki banyak cabang, mungkin masih terdapat kesimpulan adanya perbedaan rasa maupun penyajian diantara cabang-cabang tersebut. Mengapa demikian? Mungkin para pedagang kuliner tersebut menggunakan standar cita rasa yang berbeda sebagai ciri khas dari produk yang dijualnya; atau mungkin untuk semua cabang yang ada belum sepenuhnya menerapkan standar yang sama.
Contoh lainnya, misalnya apabila anda penyuka jenis makanan ayam goreng cepat saji yang dijual oleh salah satu perusahaan dari negara Paman Sam di seluruh outlet di Jawa Barat misalnya, baik yang di Kota Bandung, di Tasikmalaya, di Cianjur, atau di Bogor, mungkin anda akan cepat mengambil kesimpulan bahwa untuk semua jenis paket yang dijual pasti memiliki rasa/ukuran/aroma maupun kemasan yang sama, meskipun mungkin harganya sedikit berbeda. Mengapa demikian? Tentu saja perusahaan sebesar itu sudah melakukan penerapan standar mutu produknya untuk semua outlet.
Contoh lain di bidang produk outomotife yang sudah syarat dengan standarisasi, misalnya apabila anda akan membeli kendaraan bermotor merk dan type tertentu, pasti keyakinan yang ada dihati anda adalah bahwa wujud kendaraan idaman tersebut akan memiliki spesifikasi yang hampir sempurna samanya disemua dealer baik didalam maupun di luar negeri, kecuali harga dan pelayanannya yang mungkin berbeda. Itulah makna adanya penerapan suatu standardisasi produk yang akan memberikan keyakinan bagi konsumen dalam memilih barang sesuai pilihannya.
Bayangkan apabila dalam dunia perdagangan terdapat aneka produk barang/jasa yang diperjual-belikan dengan nama dan kemasan yang sama, tetapi ketika diperbandingkan kedalamannya ternyata sangat jauh berbeda. Kondisi serupa itu bisa mengacaukan dunia perdagangan, karena tidak ada kepastian bagi konsumen untuk mendapatkan produk sebagaimana yang diharapkannya. Dengan demikian maka untuk semua produk yang diperjualbelikan diperlukan adanya standardisasi
Standardisasi menurut Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Adapun Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Standardisasi diperlukan dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup. Dalam era globalisasi, dimana Indonesia juga telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization), tentu saja masalah standardisasi menjadi syarat pokok yang harus disepakati bersama, agar terjadi suatu kepastian terhadap kualitas produk barang/jasa yang akan diperdagangkan antar negara.
Di berbagai negara di dunia hingga saat ini sudah sangat banyak standar produk yang digunakan dan telah diakui keakuratannya, sehingga disepakati untuk dijadikan standar kualitas produka yang dapat diterima oleh berbagai negara melalui mekanisme perdagangan dunia. Dalam hal ini tentu saja masing-masing negara juga telah memiliki standar produk sesuai dengan kebutuhannya. Adapun di Indonesia telah ada apa yang disebut Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu standar acuan berbagai produk yang dihasilkan di Indonesia, yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
Apakah SNI ?
Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SNI adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional disebutkan bahwa, Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI ini dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN), yaitu suatu badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Standardisasi Nasional bertujuan untuk: (1) Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; (2) Membantu kelancaran perdagangan; (3) Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.
Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk diterapkan oleh pelaku usaha. Namun dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. Adapun tata cara Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia tersebut telah diatur oleh instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya.
Penerapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi. Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar Nasional Indonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium. Adapun lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium tersebut di awasi dan di akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.
Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI Suatu produk barang/jasa dapat mencantumkan logo SNI setelah mengalami proses sertifikasi, yaitu suatu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang/jasa tersebut. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang/jasa, termasuk proses, sistem atau personel dalam mewujudkan produk/jasa tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. Tanda SNI itu sendiri adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan bahwa barang/jasa tersebut telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia.
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib. Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia. Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor.
Barang dan atau jasa impor tersebut, pemenuhan standarnya ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional atau lembaga sertifikasi atau laboratorium negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional. Adapun untuk pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional didasarkan pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral.
Dalam hal barang dan atau jasa impor tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud.
Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia dinotifikasikan oleh Badan Standardisasi Nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib berlaku efektif.
SNI di Bidang Pertanian
Berdasarkan Permentan 58 Tahun 2007 tentang pelaksanaan sistem standardisasi nasional di bidang pertanian, bahwa Sistem Standardisasi Nasional di bidang Pertanian yang selanjutnya disebut Sistem Standardisasi Pertanian (SSP) adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional di bidang pertanian, yang meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, persiapan akreditasi, verifikasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi, kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan, serta pendidikan dan pelatihan standardisasi.
Standardisasi bidang pertanian adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merivisi standar di bidang pertanian, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Standar bidang pertanian adalah Standar Nasional Indonesia yang diartikan sebagai Persyaratan Teknis Minimal (PTM). PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tatacara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau pertimbangan ekonomis, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, yang ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
Standardisasi bidang pertanian dimaksudkan sebagai acuan dalam mengukur mutu produk dan/atau jasa didalam perdagangan, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan pada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya saing dan kelancaran perdagangan. Adapun ruang lingkup pengaturannya meliputi perumusan dan penetapan standar, penerapan standar, kerjasama dan pemasyarakatan standardisasi, pembinaan dan pengawasan, penelitian dan pengembangan standardisasi serta pemberian sanksi
Produk pertanian yang dapat disertifikasi SNI adalah berupa: (1) Barang, adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen; (2) Jasa, adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Adapun yang dimaksud dengan barang pertanian adalah setiap produk yang berbentuk benda pertanian baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diedarkan. Jasa pertanian adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi di bidang pertanian yang disediakan bagi masyarakat untuk dapat melakukan sertifikasi.
Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan/atau jasa. Adapun sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, atau Lembaga Inspeksi Mutu Pertanian yang telah diakreditasi atau ditunjuk untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar dipersyaratkan. Produk yang sudah tersertifikasi dapat mencantumkan tanda standar SNI, yaitu tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia atau tanda PTM yang menyatakan telah terpenuhinya Persyaratan Teknis Minimal.
Dalam proses sertifikasi dikenal adanya lembaga inspeksi, lembaga verifikasi dan lembaga Sertifikasi. Lembaga inspeksi yaitu suatu lembaga yang melakukan pemeriksaan kesesuaian barang atau jasa terhadap persyaratan tertentu. Sedangkan lembaga verifikasi adalah lembaga yang melakukan pengecekan kebenaran terhadap suatu produk atau jasa yang dipersyaratkan; adapun lembaga sertifikasi adalah pihak ketiga yang mengases dan mensertifikasi sistim mutu dengan mengacu pada standar sistem yang digunakan dan dokumentasi pelengkap lain yang telah diterbitkan dan dipersyaratkan untuk sistem tersebut. Dalam proses sertifikasi inipun dikenal adanya laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi. Untuk menjamin kontinuitas objektivitas serta kualitas proses pengujian mutu produk yang disertifikasi, maka keberadaan lembaga/laboratorium penguji tersebut senantiasa diakreditasi secara berkala oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Penerapan SNI di bidang pertanian ada yang bersifat sukarela ada juga yang bersifat wajib. SNI yang bersifat sukarela mencakup beberapa aspek yang ketentuannya ditetapkan oleh BSN. Sedangkan SNI yang bersifat wajib adalah berkaitan dengan aspek kepentingan keamanan, keselamatan, kesehatan masyarakat, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis. SNI yang bersifat wajib ini harus diterapkan oleh semua pihak terkait.
Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian diberlakukan secara wajib. Barang pertanian dan/atau jasa pertanian, proses, sistem, dan/atau personel yang telah memenuhi spesifikasi teknis standar di bidang pertanian diberikan sertifikat mutu dan/atau dibubuhi tanda SNI atau PTM. Sertifikat tersebut diberikan oleh Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi yang telah terakreditasi atau ditunjuk. Adapun Penunjukan Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi bertanggung jawab atas sertifikat yang diterbitkan. Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi dapat melakukan pemeriksaan atau audit secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan terhadap perusahaan, produk atau personel yang diberikan sertifikat. Syarat dan tatacara pemberian sertifikat, dan pembubuhan tanda SNI di bidang pertanian mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh BSN.
Pelaku usaha di bidang pertanian yang menerapkan SNI atau PTM di bidang pertanian yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat, dan/atau tanda SNI atau PTM di bidang pertanian yang diterbitkan oleh Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi yang terakreditasi atau ditunjuk. Pelaku usaha di bidang pertanian yang barang dan/atau jasanya telah mendapat sertifikat dan/atau tanda SNI atau PTM di bidang pertanian, dilarang mengedarkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi SNI atau PTM di bidang pertanian.
Perorangan yang telah memenuhi persyaratan teknis serta keahlian tertentu di bidang pertanian dapat diberikan sertifikat kompetensi kerja personel oleh Lembaga Sertifikasi Personel yang berkompeten atau lembaga yang ditunjuk. Sertifikat kompetensi kerja personel sebagaimana dimaksudkan tersebut dapat berupa Sertifikat Pembina Mutu Hasil Pertanian atau Sertifikat Pengawas Mutu Hasil Pertanian.
Untuk mendapatkan sertifikat sistem mutu, pelaku usaha di bidang pertanian wajib memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu produk pangan segar atau non pangan yang ditetapkan pada standar di bidang pertanian sebagai berikut:
a.Jaminan mutu pangan produk pertanian memenuhi sistem mutu berdasar konsepsi HACCP atau SNI 01-4852-1998, atau Sistem Pangan Organik atau SNI 01-6729 - 2002;
b.Jaminan mutu non pangan produk pertanian memenuhi ISO 9001 - 2000 atau SNI 19-9001 - 2000.
Untuk melengkapi persyaratan diterapkan persyaratan Sistem Manajemen Lingkungan yaitu ISO 14001 - 1996. Jaminan mutu Lembaga Penilai Kesesuaian harus memenuhi standar yang ditetapkan sesuai ruang lingkup sebagai berikut :
a.Laboratorium penguji memenuhi ISO/IEC Guide 17025-2005;
b.Lembaga inspeksi memenuhi; ISO 17020-2005;
c.Lembaga sertifikasi produk memenuhi ISO/IEC Guide 65-1997 atau Pedoman BSN 401-2000;
d.Lembaga sertifikasi sistem mutu memenuhi ISO/IEC Guide 62-1997atau Pedoman BSN 301-1999;
e.Lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan memenuhi ISO/IEC Guide 66-1997 atau Pedoman BSN 701-2000;
f.Lembaga sertifikasi personel memenuhi ISO/IEC Guide 17024;
g.Lembaga sertifikasi verifikasi memenuhi ISO/IEC Guide 17011;
h.Lembaga sertifikasi mutu dan keamanan pangan memenuhi ISO /IEC Guide 61 tahun 1996;
i.Lembaga sertifikasi pangan organik memenuhi ISO /IEC Guide 65 dan IFOAM ;
j.Lembaga sertifikasi eko labeling memenuhi ISO 14024-1999.
Sanksi yang diterapkan atas pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam SANKSI Sertifikat mutu dan/atau tanda SNI atau PTM dapat dicabut apabila pelaku usaha mengedarkan barang dan/atau jasa yang belum memenuhi SNI atau PTM di bidang pertanian.
Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi yang telah ditunjuk dapat dicabut penunjukannya apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Manfaat SNI bagi Produsen, Konsumen dan Lingkungan
Penerapan SNI sangat bermanfaat bagi semua pihak, termasuk dalam hal ini produsen, konsumen dan lingkungan hidup. Beberapa keuntungan dan manfaat penerapan SNI sebagai berikut:
Adanya kepuasan pelanggan karena selalu mendapatkan produk dengan mutu konsisten,
Efisiensi biaya operasional dan peningkatan kesinambungan produk,
Kenyamanan karyawan karena adanya standar yang menjadi target produksi,
Memperkuat daya saing nasional, meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar,
Upaya perlindungan terhadap produsen nasional dari persaingan usaha tidak sehat (Kalau produknya standart meminimalkan adanya perang harga),
Persyaratan pematuhan hukum dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu pada suatu organisasi dan para pelanggan,
Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko dengan konsistensi secara terus menerus,
Bermanfaat dari sisi ekonomi (Quality not Quantity), kesehatan (Quality Control) dan keselamatan (Safety Procedure) , maupun lingkungan hidup (Syarat kandungan tertentu).
SNI di Bidang Perkebunan
Berbagai macam standar telah ditetapkan pemerintah terkait agribisnis perkebunan mulai dari kepentingan di bagian hulu sampai kepada kepentingan di bagian hilir, tentunya dengan maksud adanya pedoman atau acuan spesifikasi proses, hasil dan mutu suatu produk yang dihasilkan. Berikut SNI sub sektor perkebunan yang telah diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
SNI Lahan yang sudah diterbitkan antara lain: