Secara tak sengaja berbincang-bincang dengan seorang petani tentang
pengolahan hasil, mutu produk dan distribusi/pemasaran produk yang
dihasilkannya. Dalam satu sesi pembicaraan terkuak kata-kata SNI, pendek cerita
terkesan petani tersebut belum memahami SNI terkait usaha yang sedang
digelutinya. Perbincangan semakin hangat, alhasil kata-kata SNI ini membuat
yang mendengarnya sedikit tergelitik, karena pada kenyataan di lapangan tidak
semua petani memahami apa itu SNI, apa lagi manfaat dan keuntungan penerapan
SNI. Sehingga ketika ditanyakan apa itu SNI, ternyata yang tercetus dari
coletehan petani tersebut bahwa yang dimaksud SNI itu adalah “HELM”, jadi
seolah-olah SNI identik dengan HELM, mungkin karena sangat gencarnya iklan di
media televisi yang sering menyebutkan HELM bertuliskan SNI. Sedemikian
dangkalkah pengertian SNI bagi petani? Hal ini membuat penulis ingin berbagi
informasi, khususnya bagi petani dan pelaku usaha perkebunan yang menghasilkan
produk untuk pasar domestik dan pasar internasional.
Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana standar produk yang
diberlakukan di berbagai negara, adalah suatu Standar yang sangat dibutuhkan
dalam dunia bisnis, terutama yang mementingkan adanya jaminan mutu dan keamanan
produk bagi penggunanya. Standar dapat membawa manfaat teknologi, ekonomi dan
sosial, standar juga membantu dalam menyelaraskan spesifikasi teknis produk dan
jasa yang membuat perusahaan lebih efisien dan dapat meningkatkan daya saingnya
untuk perdagangan internasional. Kesesuaian produk dengan standar membantu
meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut aman, efisien dan baik untuk
digunakan.
Standardisasi merupakan salah satu instrumen regulasi teknis yang dapat
melindungi kepentingan konsumen nasional dan sekaligus produsen dalam negeri. Melalui
regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi dapat dicegah beredarnya
barang-barang yang tidak bermutu di pasar domestik khususnya yang terkait
dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Demikian halnya melalui instrumen yang sama, dapat dicegah masuknya
barang-barang impor bermutu rendah yang mendistorsi pasar dalam negeri karena
berharga rendah.
Mengapa Perlu Standardisasi?
Sebagai contoh untuk sekedar pemahaman, misalkan apabila anda seorang
penyuka wisata kuliner di Bandung, mungkin akan sangat paham membedakan rasa
Bakso Akung dengan Bakso Semar, atau rasa Sate Pak Hadori dengan Sate Pak Gino,
atau mungkin juga antara rasa Bubur Ayam Mang Oyo dengan Bubur Ayam Pak Zenal,
dlsb. Begitupun misalnya jika perbandingan rasanya dilakukan antar pedagang
kuliner tradisional yang memiliki banyak cabang, mungkin masih terdapat
kesimpulan adanya perbedaan rasa maupun penyajian diantara cabang-cabang
tersebut. Mengapa demikian? Mungkin para pedagang kuliner tersebut menggunakan
standar cita rasa yang berbeda sebagai ciri khas dari produk yang dijualnya;
atau mungkin untuk semua cabang yang ada belum sepenuhnya menerapkan standar
yang sama.
Contoh lainnya, misalnya apabila anda penyuka jenis makanan ayam goreng
cepat saji yang dijual oleh salah satu perusahaan dari negara Paman Sam di
seluruh outlet di Jawa Barat misalnya, baik yang di Kota Bandung, di
Tasikmalaya, di Cianjur, atau di Bogor, mungkin anda akan cepat mengambil
kesimpulan bahwa untuk semua jenis paket yang dijual pasti memiliki
rasa/ukuran/aroma maupun kemasan yang sama, meskipun mungkin harganya sedikit
berbeda. Mengapa demikian? Tentu saja perusahaan sebesar itu sudah melakukan
penerapan standar mutu produknya untuk semua outlet.
Contoh lain di bidang produk outomotife yang sudah syarat dengan
standarisasi, misalnya apabila anda akan membeli kendaraan bermotor merk dan
type tertentu, pasti keyakinan yang ada dihati anda adalah bahwa wujud
kendaraan idaman tersebut akan memiliki spesifikasi yang hampir sempurna
samanya disemua dealer baik didalam maupun di luar negeri, kecuali harga dan
pelayanannya yang mungkin berbeda. Itulah makna adanya penerapan suatu
standardisasi produk yang akan memberikan keyakinan bagi konsumen dalam memilih
barang sesuai pilihannya.
Bayangkan apabila dalam dunia perdagangan terdapat aneka produk
barang/jasa yang diperjual-belikan dengan nama dan kemasan yang sama, tetapi
ketika diperbandingkan kedalamannya ternyata sangat jauh berbeda. Kondisi
serupa itu bisa mengacaukan dunia perdagangan, karena tidak ada kepastian bagi
konsumen untuk mendapatkan produk sebagaimana yang diharapkannya. Dengan
demikian maka untuk semua produk yang diperjualbelikan diperlukan adanya
standardisasi
Standardisasi menurut Peraturan Pemerintah No. 102
Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, adalah proses merumuskan,
menetapkan, menerapkan dan merevisi
standar, yang dilaksanakan
secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Adapun
Standar
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan
metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya.
Standardisasi diperlukan dalam rangka mendukung peningkatan
produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau
personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan
konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang
keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup. Dalam era globalisasi,
dimana Indonesia juga telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia
(World Trade Organization), tentu saja masalah
standardisasi menjadi syarat pokok yang harus disepakati bersama, agar terjadi
suatu kepastian terhadap kualitas produk barang/jasa yang akan diperdagangkan
antar negara.
Di berbagai negara di dunia hingga saat ini sudah sangat banyak standar
produk yang digunakan dan telah diakui keakuratannya, sehingga disepakati untuk
dijadikan standar kualitas produka yang dapat diterima oleh berbagai negara
melalui mekanisme perdagangan dunia. Dalam hal ini tentu saja masing-masing
negara juga telah memiliki standar produk sesuai dengan kebutuhannya. Adapun di
Indonesia telah ada apa yang disebut
Standar Nasional Indonesia (SNI),
yaitu standar acuan berbagai produk yang dihasilkan di Indonesia, yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
Apakah SNI ?
Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SNI adalah
spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tatacara dan metoda
yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku
secara nasional.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000
tentang Standardisasi Nasional disebutkan bahwa, Standar Nasional Indonesia
(SNI) merupakan satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.
SNI ini dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi
Nasional (BSN), yaitu suatu badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Standardisasi Nasional bertujuan untuk: (1) Meningkatkan perlindungan
kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk
keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup;
(2) Membantu kelancaran perdagangan; (3) Mewujudkan persaingan usaha yang sehat
dalam perdagangan.
Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk diterapkan oleh
pelaku usaha. Namun dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan
kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat
memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan
atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. Adapun tata cara Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia tersebut telah diatur oleh instansi teknis sesuai
dengan bidang tugasnya.
Penerapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan
sertifikasi dan akreditasi. Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan
personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar Nasional
Indonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI. Sertifikasi
dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau
laboratorium. Adapun lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan,
atau laboratorium tersebut di awasi dan di akreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional.
Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang
diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI Suatu
produk barang/jasa dapat mencantumkan logo SNI setelah mengalami proses
sertifikasi, yaitu suatu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap
barang/jasa tersebut. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh
lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa
barang/jasa, termasuk proses, sistem atau personel dalam mewujudkan produk/jasa
tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. Tanda SNI itu sendiri
adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang
menyatakan bahwa barang/jasa tersebut telah terpenuhinya persyaratan Standar
Nasional Indonesia.
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau
jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
yang telah diberlakukan secara wajib. Pelaku usaha, yang barang dan atau
jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional
Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan
barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia. Standar
Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap
barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa
impor.
Barang dan atau jasa impor tersebut, pemenuhan standarnya ditunjukkan
dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium
yang telah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional atau lembaga sertifikasi
atau laboratorium negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional.
Adapun untuk pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan
atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional didasarkan
pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral.
Dalam hal barang dan atau jasa impor tidak dilengkapi sertifikat,
Pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau
laboratorium baik di dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan
atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi
terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud.
Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia dinotifikasikan oleh Badan
Standardisasi Nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh
masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2
(dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib
berlaku efektif.
SNI di Bidang Pertanian
Berdasarkan Permentan 58 Tahun 2007 tentang pelaksanaan sistem
standardisasi nasional di bidang pertanian, bahwa Sistem Standardisasi Nasional
di bidang Pertanian yang selanjutnya disebut Sistem Standardisasi Pertanian
(SSP) adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi,
selaras dan terpadu serta berwawasan nasional di bidang pertanian, yang
meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi, perumusan standar,
penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, persiapan
akreditasi, verifikasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi,
kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan, serta pendidikan dan
pelatihan standardisasi.
Standardisasi bidang pertanian adalah proses merumuskan, menetapkan,
menerapkan dan merivisi standar di bidang pertanian, yang dilaksanakan secara
tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Standar bidang pertanian adalah
Standar Nasional Indonesia yang diartikan sebagai Persyaratan Teknis Minimal
(PTM). PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dibakukan, termasuk tatacara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak yang terkait, dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan,
keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, dan/atau pertimbangan ekonomis,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan
masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya, yang ketentuannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
Standardisasi bidang pertanian dimaksudkan sebagai acuan dalam mengukur
mutu produk dan/atau jasa didalam perdagangan, dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan pada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya
baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi
lingkungan hidup, meningkatkan daya saing dan kelancaran perdagangan. Adapun
ruang lingkup pengaturannya meliputi perumusan dan penetapan standar, penerapan
standar, kerjasama dan pemasyarakatan standardisasi, pembinaan dan pengawasan,
penelitian dan pengembangan standardisasi serta pemberian sanksi
Produk pertanian yang dapat disertifikasi SNI adalah berupa: (1)
Barang, adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang
dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen;
(2) Jasa, adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Adapun yang dimaksud dengan
barang pertanian adalah setiap produk yang berbentuk benda pertanian baik
bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan,
yang dapat diedarkan. Jasa pertanian adalah setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi di bidang pertanian yang disediakan bagi masyarakat
untuk dapat melakukan sertifikasi.
Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap
barang dan/atau jasa. Adapun sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan
oleh laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, atau
Lembaga Inspeksi Mutu Pertanian yang telah diakreditasi atau ditunjuk untuk
menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi
standar dipersyaratkan. Produk yang sudah tersertifikasi dapat mencantumkan
tanda standar SNI, yaitu tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan
atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional
Indonesia atau tanda PTM yang menyatakan telah terpenuhinya Persyaratan Teknis
Minimal.
Dalam proses sertifikasi dikenal adanya lembaga inspeksi, lembaga
verifikasi dan lembaga Sertifikasi. Lembaga inspeksi yaitu suatu lembaga yang
melakukan pemeriksaan kesesuaian barang atau jasa terhadap persyaratan
tertentu. Sedangkan lembaga verifikasi adalah lembaga yang melakukan pengecekan
kebenaran terhadap suatu produk atau jasa yang dipersyaratkan; adapun lembaga
sertifikasi adalah pihak ketiga yang mengases dan mensertifikasi sistim mutu
dengan mengacu pada standar sistem yang digunakan dan dokumentasi pelengkap
lain yang telah diterbitkan dan dipersyaratkan untuk sistem tersebut. Dalam
proses sertifikasi inipun dikenal adanya laboratorium penguji dan laboratorium
kalibrasi. Untuk menjamin kontinuitas objektivitas serta kualitas proses
pengujian mutu produk yang disertifikasi, maka keberadaan lembaga/laboratorium
penguji tersebut senantiasa diakreditasi secara berkala oleh Komite Akreditasi
Nasional (KAN).
Penerapan SNI di bidang pertanian ada yang bersifat sukarela ada juga
yang bersifat wajib. SNI yang bersifat sukarela mencakup beberapa aspek yang
ketentuannya ditetapkan oleh BSN. Sedangkan SNI yang bersifat wajib adalah
berkaitan dengan aspek kepentingan keamanan, keselamatan, kesehatan masyarakat,
atau kelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis. SNI
yang bersifat wajib ini harus diterapkan oleh semua pihak terkait.
Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang telah ditetapkan oleh Menteri
Pertanian diberlakukan secara wajib. Barang pertanian dan/atau jasa pertanian,
proses, sistem, dan/atau personel yang telah memenuhi spesifikasi teknis
standar di bidang pertanian diberikan sertifikat mutu dan/atau dibubuhi tanda
SNI atau PTM. Sertifikat tersebut diberikan oleh Laboratorium Penguji Mutu,
Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi
yang telah terakreditasi atau ditunjuk. Adapun Penunjukan Laboratorium Penguji
Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau Lembaga
Inspeksi tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian.
Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel,
Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi bertanggung jawab atas sertifikat yang
diterbitkan. Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel,
Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi dapat melakukan pemeriksaan atau audit
secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan terhadap perusahaan, produk atau
personel yang diberikan sertifikat. Syarat dan tatacara pemberian sertifikat,
dan pembubuhan tanda SNI di bidang pertanian mengikuti ketentuan yang
ditetapkan oleh BSN.
Pelaku usaha di bidang pertanian yang menerapkan SNI atau PTM di bidang
pertanian yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat, dan/atau
tanda SNI atau PTM di bidang pertanian yang diterbitkan oleh Laboratorium
Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel, Lembaga Pelatihan atau
Lembaga Inspeksi yang terakreditasi atau ditunjuk. Pelaku usaha di bidang
pertanian yang barang dan/atau jasanya telah mendapat sertifikat dan/atau tanda
SNI atau PTM di bidang pertanian, dilarang mengedarkan barang dan/atau jasa
yang tidak memenuhi SNI atau PTM di bidang pertanian.
Perorangan yang telah memenuhi persyaratan teknis serta keahlian
tertentu di bidang pertanian dapat diberikan sertifikat kompetensi kerja
personel oleh Lembaga Sertifikasi Personel yang berkompeten atau lembaga yang
ditunjuk. Sertifikat kompetensi kerja personel sebagaimana dimaksudkan tersebut
dapat berupa Sertifikat Pembina Mutu Hasil Pertanian atau Sertifikat Pengawas
Mutu Hasil Pertanian.
Untuk mendapatkan sertifikat sistem mutu, pelaku usaha di bidang
pertanian wajib memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu produk pangan segar
atau non pangan yang ditetapkan pada standar di bidang pertanian sebagai
berikut:
a.Jaminan mutu pangan produk pertanian memenuhi sistem mutu berdasar
konsepsi HACCP atau SNI 01-4852-1998, atau Sistem Pangan Organik atau SNI
01-6729 - 2002;
b.Jaminan mutu non pangan produk pertanian memenuhi ISO 9001 - 2000
atau SNI 19-9001 - 2000.
Untuk melengkapi persyaratan diterapkan persyaratan Sistem Manajemen
Lingkungan yaitu ISO 14001 - 1996. Jaminan mutu Lembaga Penilai Kesesuaian
harus memenuhi standar yang ditetapkan sesuai ruang lingkup sebagai berikut :
a.Laboratorium penguji memenuhi ISO/IEC Guide 17025-2005;
b.Lembaga inspeksi memenuhi; ISO 17020-2005;
c.Lembaga sertifikasi produk memenuhi ISO/IEC Guide 65-1997 atau
Pedoman BSN 401-2000;
d.Lembaga sertifikasi sistem mutu memenuhi ISO/IEC Guide 62-1997atau
Pedoman BSN 301-1999;
e.Lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan memenuhi ISO/IEC
Guide 66-1997 atau Pedoman BSN 701-2000;
f.Lembaga sertifikasi personel memenuhi ISO/IEC Guide 17024;
g.Lembaga sertifikasi verifikasi memenuhi ISO/IEC Guide 17011;
h.Lembaga sertifikasi mutu dan keamanan pangan memenuhi ISO /IEC Guide
61 tahun 1996;
i.Lembaga sertifikasi pangan organik memenuhi ISO /IEC Guide 65 dan
IFOAM ;
j.Lembaga sertifikasi eko labeling memenuhi ISO 14024-1999.
Sanksi yang diterapkan atas pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam
SANKSI Sertifikat mutu dan/atau tanda SNI atau PTM dapat dicabut apabila pelaku
usaha mengedarkan barang dan/atau jasa yang belum memenuhi SNI atau PTM di bidang
pertanian.
Laboratorium Penguji Mutu, Lembaga Sertifikasi, Lembaga Personel,
Lembaga Pelatihan atau Lembaga Inspeksi yang telah ditunjuk dapat dicabut
penunjukannya apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Manfaat SNI bagi Produsen, Konsumen dan Lingkungan
Penerapan SNI sangat bermanfaat bagi semua pihak, termasuk dalam hal
ini produsen, konsumen dan lingkungan hidup. Beberapa keuntungan dan manfaat
penerapan SNI sebagai berikut:
Adanya kepuasan pelanggan karena selalu mendapatkan produk dengan mutu
konsisten,
Efisiensi biaya operasional dan peningkatan kesinambungan produk,
Kenyamanan karyawan karena adanya standar yang menjadi target produksi,
Memperkuat daya saing nasional, meningkatkan transparansi dan efisiensi
pasar,
Upaya perlindungan terhadap produsen nasional dari persaingan usaha
tidak sehat (Kalau produknya standart meminimalkan adanya perang harga),
Persyaratan pematuhan hukum dengan pemahaman bagaimana persyaratan
suatu peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu
pada suatu organisasi dan para pelanggan,
Peningkatan terhadap pengendalian manajemen resiko dengan konsistensi
secara terus menerus,
Bermanfaat dari sisi ekonomi (Quality not Quantity), kesehatan (Quality
Control) dan keselamatan (Safety Procedure) , maupun lingkungan hidup (Syarat
kandungan tertentu).
SNI di Bidang Perkebunan
Berbagai macam standar telah ditetapkan pemerintah terkait agribisnis
perkebunan mulai dari kepentingan di bagian hulu sampai kepada kepentingan di
bagian hilir, tentunya dengan maksud adanya pedoman atau acuan spesifikasi
proses, hasil dan mutu suatu produk yang dihasilkan. Berikut SNI sub sektor
perkebunan yang telah diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
SNI
Lahan yang sudah diterbitkan antara lain: